APA ITU APOLOGETIKA KRISTEN?
Apologetika berasal dari kata Yunani "apologia" yang berarti berbicara untuk memertahankan atau memberikan jawaban.1 Di dalam Kitab Suci, kata ini dipakai dalam konteks 1 Petrus 3:15-16: "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab (apologia) kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.
Jadi, apologetika artinya adalah sebuah studi untuk mempelajari bagaimana melaksanakan pertanggungan jawab, memertahankan, atau memberikan jawaban dari apa yang ia yakini dengan efektif.2 Lalu, apa artinya apabila kata apologetika dikaitkan dengan kata Kristen?
Dari bagian Kitab Suci (1 Pet. 3:15) yang sama, yang umumnya dipakai sebagai dasar, muncul berbagai definisi apologetika Kristen yang dapat kita temukan di dalam buku-buku apologetika. Pertama, definisi apologetika Kristen yang lebih menekankan pada memertahankan filsafat Kristen, seperti yang diungkapkan oleh Cornelius Van Til, di mana apologetika Kristen merupakan usaha untuk memertahankan filasafat Kristen dalam menghadapi berbagai bentuk filsafat non-Kristen, atau memertahankan wawasan dunia Kristen secara keseluruhan, bukan poin-poin religius yang terbagi-bagi, abstrak, dan terisolasi satu dengan yang lain. Oleh karena itu, apologetika melibatkan argumentasi penalaran intelektual yang berkenaan dengan wawasan dunia Kristen.3 John M. Frame dan Edgar C. Powell4 membaginya ke dalam tiga bagian, yaitu pembuktian atau penunjukkan, dalam arti memaparkan dasar rasional bagi iman Kristen (1 Kor. 15:1-11); pertahanan atau pembelaan, artinya menjawab sanggahan-sanggahan orang tidak percaya terhadap iman Kristen (Flp. 1:7, 16); dan penyingkapan, yaitu menyingkapkan kesalahan atau kesalahpahaman dari pemikiran atau pemahaman orang tidak percaya terhadap kekristenan (Mzm. 14:1; 1 Kor. 1:18-2:16). Frame mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya, ketiganya tidak berdiri sendiri. Kita tidak dapat melakukan yang satu tanpa melakukan yang lainnya.
Kedua, apologetika Kristen yang dipahami sebagai usaha menyajikan bukti-bukti untuk membuktikan bahwa apa yang dikatakan Kitab Suci adalah benar. Fakta-fakta dan sejarah banyak berperan dalam pemahaman apologetika Kristen ini, seperti dapat dilihat dalam apologetika Kristen yang dikemukakan oleh Josh McDowell atau Paul E. Little.5 R. C. Sproul melihat apologetika Kristen ini sebagai usaha untuk menjelaskan kepada orang lain apa yang saya percaya dan mengapa saya mempercayainya. Hal ini dilakukan dengan memberikan argumentasi secara nalar yang disertai penyajian fenomena yang ada di dunia ini, di mana fenomena itu diakui sebagai wilayah netral. Wilayah netral merupakan daerah di mana semua orang bisa mengakui keberadaannya, mengenalinya, dan mengambil kesimpulan yang sama tentang fenomena tersebut, misalnya bunga mawar. Semua orang yang mengakui keberadaannya, bisa mengenalinya dan mengambil kesimpulan yang sama bahwa tumbuh-tumbuhan itu adalah bunga mawar. Dengan kata lain, melalui dunia dan segala isinya yang dikenali oleh semua orang, Sproul, melalui argumentasinya, mau membimbing orang-orang kepada siapa dan apa yang diberitakan oleh Kitab Suci.6
Sekarang penulis mengajak pembaca untuk melihat beberapa ayat di Alkitab dan menarik kesimpulan dari ayat-ayat itu. Dari percakapan Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya di Matius 16:13-28, yaitu tentang isu siapakah Anak Manusia itu. Dalam Matius 16:23, Yesus berkata kepada Petrus, "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." Tuhan Yesus dengan jelas memberikan indikasi bahwa Ia menghendaki sebutan atau status-Nya dipahami berdasarkan perspektif ilahi, bukan manusia (lih. juga 1 Kor. 1:18-2:16).
Matius 22:23-33 menyatakan bahwa orang-orang Saduki itu sesat oleh karena mereka tidak mengerti Kitab Suci, maupun kuasa Allah. Di Yohanes 8:37-47, Tuhan Yesus mengajarkan dengan jelas bahwa relasi yang benar akan diikuti oleh kehidupan atau perilaku yang sesuai dengan relasi tersebut: "Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham" (ay. 39). Lihat juga penjelasan Tuhan Yesus tentang pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik (Mat. 7:15-20), serta uraian Yakobus tentang iman yang menyelamatkan akan disertai dengan perbuatan yang selaras dengan iman tersebut, sebagai konsekuensi logis dari orang yang diberi anugerah iman yang menyelamatkan itu (Yak. 2:14-26). Petrus mengingatkan dalam suratnya bahwa setiap orang percaya harus selalu siap memberikan pertanggungan jawab kepada siapa saja, baik melalui kehidupannya maupun perkataannya (1 Pet. 3:15-17). Dari ayat-ayat di atas, penulis menyimpulkan bahwa apologetika Kristen: pertama, harus dilakukan oleh setiap orang Kristen yang seharusnya mengasihi Allah dan berusaha untuk hidup berkenan kepada Allah; kedua, apologetika Kristen adalah studi tentang usaha orang Kristen yang bermaksud untuk meyakinkan, menjelaskan, memberikan argumentasi dari perspektif ilahi tentang iman kristiani.
APOLOGETIKA KRISTEN MENUNTUT PROFESIONALITAS
Jadi, jelas bahwa tugas berapologetika adalah tugas setiap orang Kristen. Firman Tuhan dengan tegas mengatakan bahwa setiap orang percaya harus selalu siap untuk berapologetika kepada siapa saja dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga. Ini merupakan perintah Tuhan yang harus dilaksanakan oleh orang Kristen di mana saja. Ini bukan suatu alternatif atau pilihan yang boleh dikerjakan atau tidak dikerjakan, terserah dia.
Kalau begitu, apa artinya 1 Petrus 3:15-17 bagi setiap orang Kristen? Artinya, kosakata "orang Kristen awam"7 harus dihapuskan dari benak setiap orang Kristen. Apa arti dari kata "awam"? Kata awam dapat diartikan "biasa", "bukan profesional", atau "bukan ahli". Jadi, kalau saya katakan bahwa saya awam dalam soal kedokteran, itu berarti saya bukan ahli dalam bidang itu. Konsekuensinya, jangan harapkan informasi medis yang patut dipercayai keabsahannya dari saya, atau bahkan harus dimaklumi kalau saya sama sekali tidak dapat memberikan informasi soal medis kepada siapa pun. Oleh karena saya bukan seorang dokter. Saya awam dalam bidang kedokteran. Sekarang pertanyaannya, apakah orang Kristen, siapa pun dia, pendeta/penginjil atau bukan, majelis atau bukan, pengurus komisi atau bukan, boleh mengatakan bahwa ia awam dalam kekristenan?
Pada saat seseorang mengatakan bahwa ia mau menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadinya, ada tiga unsur yang terlibat dalam penerimaan itu: pengetahuan tentang Tuhan Yesus, persetujuan intelektual berkaitan dengan pengetahuan itu, dan keyakinan atau kepercayaan terhadap pengetahuan tersebut yang tentu saja harus disertai dengan penerapan dari apa yang telah dipercayainya.8 Seseorang tidak dapat memercayai sesuatu atau siapa pun kalau hal itu belum pernah ada dalam pengetahuannya. Dengan kata lain, ia tidak akan membicarakan atau memikirkan sesuatu yang tidak pernah ada di dalam pikirannya. Setelah pengetahuan itu masuk dalam pikirannya, maka baru ia akan menganalisisnya dan mengolahnya. Apabila menurut pikirannya hal itu logis atau absah berdasarkan hukum berpikir yang berlaku, maka akal budinya akan menyetujuinya. Tahap berikutnya adalah ia akan menerima atau memercayai apa yang telah ia ketahui dan analisis sebelumnya.
Firman Tuhan jelas tidak mengajarkan iman yang abstrak atau iman yang membabi buta. Roma 10:14 menyatakan:
"Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?"
Jika membaca surat-surat Paulus, maka dapat dilihat berulang-ulang kata-kata seperti "aku tahu ..." (Flp. 1:19), atau "kami tahu ..." (2 Kor. 5:1, 11), atau "tidak tahukah kamu ..." (1 Kor. 9:24) muncul. Hal itu menunjukkan bahwa ada informasi yang masuk dalam seseorang sebelum ia dituntut apa-apa dari pengetahuan itu.
Maka, pada saat seseorang menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadinya, paling tidak ia memiliki informasi yang cukup untuk meyakinkan orang itu bahwa Ia adalah Juru Selamat dan mengapa ia memerlukan-Nya sebagai Juru Selamat dalam hidupnya. Tentu tuntutan bagi orang percaya tidak sampai di situ. Ia harus terus bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus dan hidup dalam pengenalan itu. Dengan kata lain, anugerah yang kita terima berdasarkan karya penebusan-Nya bukan hanya sekadar untuk mengubah status seseorang yang tadinya orang berdosa menjadi orang kudus, atau yang tadinya musuh Allah, sekarang menjadi anak-Nya. Ia dituntut pula untuk hidup sesuai dengan statusnya yang baru itu. Ada aturan main ilahi yang harus diterapkan dalam kehidupan baru yang ia miliki di dalam Kristus. Hidup dan mati sekarang adalah hidup dan mati untuk Tuhan.
Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati maupun atas orang-orang hidup (Rm. 14:7-9). Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka (2 Kor. 5:15).
Bagaimana orang percaya dapat hidup berdasarkan aturan main ilahi atau perspektif Tuhan apabila ia tidak tahu mengenai hal itu. Itu berarti setiap orang percaya dituntut untuk betul-betul mempelajari tentang siapa dan apa yang dipercayainya. Setiap orang percaya harus menjadi murid firman Tuhan yang serius. Membaca dan meneliti firman Tuhan dengan sungguh-sungguh, serta berusaha untuk menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan yang Tuhan percayakan kepadanya. Hal ini tidak dapat terwujud dalam satu malam. Pengalaman pelayanan saya menunjukkan bahwa tidak sedikit pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh orang percaya pada seorang rohaniwan, dikarenakan ketidaktahuan apa yang tertulis di Kitab Suci, bukan ketidakmengertian tentang apa yang tertulis di dalamnya. Ini cukup memprihatinkan. Tetapi yang lebih memprihatinkan lagi adalah apabila ia merasa tidak apa-apa berada dalam keadaan seperti itu. Seorang rohaniwan memang bertanggung jawab untuk memperlengkapi orang-orang kudus (Ef. 4:11-16). Namun, ayat-ayat itu tidak berarti bahwa rohaniwan adalah "kamus berjalan" bagi orang Kristen, atau "pembaca" firman Tuhan pada orang Kristen, sehingga orang Kristen tidak perlu membaca dan mempelajari firman Tuhan secara pribadi, karena sewaktu-waktu, kapan saja ia memerlukannya, ia bisa bertanya pada seorang rohaniwan.
Untuk menerapkan 1 Petrus 3:15, setiap orang percaya harus mempelajari Kitab Suci mulai dari Kejadian sampai Wahyu (bukan hanya "ayat-ayat emas") dengan saksama. Artinya, bukan hanya mengetahui apa isi Kitab Suci, tetapi juga memahaminya dan tahu bagaimana menerapkannya dalam setiap aspek kehidupannya, sehingga ia benar-benar memiliki perspektif ilahi atau wawasan kristiani dalam menjalani kehidupan yang masih Tuhan percayakan kepadanya. Setiap orang Kristen harus menjadi orang Kristen profesional, yaitu ahli atau pakar dalam kekristenannya, supaya ia dapat diandalkan oleh Tuhan untuk memberikan pertanggungjawaban kepada siapa pun yang memintanya. Ini senada dengan apa yang dikatakan Paulus, "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain ...." (Kol. 3:16a)
MENGASIHI TUHAN SEBAGAI TITIK TOLAK DAN DASAR BERAPOLOGETIKA
Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku ....
Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang
mengasihi Aku .... (Yoh. 14:15,21a)
Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang
mengasihi Aku .... (Yoh. 14:15,21a)
Pertanyaan yang diajukan sebanyak tiga kali oleh Tuhan Yesus kepada Petrus setelah penyangkalannya adalah: "Apakah engkau mengasihi Aku?" (Yoh. 21:15, 16, 17). Mengapa itu yang ditanyakan oleh Tuhan Yesus, mengapa bukan "Apakah sekarang kamu sudah mengerti siapa Aku sebenarnya?" atau "Apakah kamu sekarang sudah sadar?" Rupanya di sini Tuhan Yesus mengajarkan satu dasar sebagai titik tolak yang sangat penting bagi seorang murid seperti Petrus. Pertanyaan itu berkaitan erat dengan pernyataan-pernyataan-Nya ini: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku" (Mat. 16:24) dan bukankah hukum yang terutama adalah "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" (Mat. 22:37).
Pertobatan diawali dengan kesadaran bahwa "saya adalah orang berdosa dan saya memerlukan Kristus sebagai Juru Selamat saya." Pemuridan bertitik tolak dari "saya mengasihi Tuhan". Hal ini penting, karena Tuhan Yesus berkata, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Mat. 6:21). Dari bagian firman Tuhan yang sudah dikutip di atas, jelas bahwa Ia harus selalu menjadi "harta" atau segala-galanya bagi setiap orang percaya. Maka, apabila hati orang percaya sudah melekat pada Tuhan, ia akan selalu siap untuk melakukan apa saja untuk Tuhan.
Setiap orang percaya diperintahkan untuk mengasihi Tuhan, dan ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ia harus mengasihi Tuhan sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Termasuk dalam menjalankan
perintah-Nya untuk selalu siap memberikan pertanggungan jawab kepada setiap orang. Oleh karena itu, ia harus mempelajari dan memahami kehendak-Nya. Hal ini tidak bisa terjadi apabila ia tidak pernah mempelajari firman Tuhan yang telah menyatakan kehendak-Nya kepada setiap orang percaya.
perintah-Nya untuk selalu siap memberikan pertanggungan jawab kepada setiap orang. Oleh karena itu, ia harus mempelajari dan memahami kehendak-Nya. Hal ini tidak bisa terjadi apabila ia tidak pernah mempelajari firman Tuhan yang telah menyatakan kehendak-Nya kepada setiap orang percaya.
Seseorang yang mengasihi Tuhan akan selalu siap untuk melakukan apa saja bagi Dia. Mempelajari firman Tuhan untuk mengenal Dia semakin dalam dan benar, bukan merupakan suatu beban dan penuh dengan keterpaksaan. Melaksanakan firman Tuhan, apa pun risikonya tidak dilihat sebagai suatu pengorbanan, atau dilaksanakan dengan mentalitas orang upahan, karena ia melakukan semua itu hanya untuk satu tujuan, yaitu menyenangkan hati-Nya dan mempermuliakan nama-Nya. Kalau kasih kepada Tuhan secara totalitas sudah ada di dalam hatinya, maka apa yang akan dipaparkan berikut ini menjadi tidak sukar atau merupakan suatu beban. Semua akan dilihat sebagai sesuatu yang memang sewajarnya dijalankan oleh semua anak Tuhan. Seorang anak Tuhan yang hidup sesuai dengan statusnya, tidak berkelebihan, atau di luar batas kewajaran, sebab ini memang sudah sepatutnya dijalani oleh semua anak Tuhan, sebagaimana nasihat Paulus pada orang-orang percaya di Efesus, "Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu." (Ef. 4:1)
APOLOGETIKA KRISTEN DILAKUKAN OLEH ORANG KRISTEN YANG HIDUP UNTUK TUHAN
Petrus mengawali perintah untuk selalu siap sedia memberi pertanggungan jawab kepada setiap orang dengan pernyataan: "Kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!" (1 Pet. 3:15a), dan mengakhiri perintah itu dengan kalimat: "... tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus menjadi malu karena fitnahan mereka itu" (1 Pet. 3:15b-16). Ayat-ayat itu berbicara tentang pola hidup, karakter, perilaku yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang Kristen. Berita yang disampaikan secara verbal harus selaras dengan berita yang disampaikan secara nonverbal.
Perintah itu dilaksanakan untuk kemuliaan Tuhan supaya orang yang diajak bicara, juga pada akhirnya dapat mempermuliakan Tuhan dalam hidupnya. Apabila itu dilaksanakan untuk kemuliaan-Nya, maka tidak boleh ada apa pun yang akan mencemarinya. Orang percaya berapologetika bukan untuk membuat orang lain malu, marah, bungkam seribu bahasa, atau kalah dalam berargumentasi. Bukan pula untuk mendemonstrasikan kelihaian, kecakapan, dan kefasihan lidah dalam berargumentasi. Tidak ada kemuliaan Tuhan yang akan terpancar dari semua itu. Pada dasarnya, berita yang disampaikan adalah kasih Tuhan kepadanya dan kepada orang yang sedang diajak bicara. Oleh karena itu, jangan sampai kasih Tuhan tidak dirasakan sama sekali atau tidak terlihat dalam proses penyampaiannya.
Memberikan pertanggungan jawab kepada setiap orang tidak selalu harus dalam bentuk percakapan. Pola hidup, pikiran, perilaku, perkataan, serta karakter orang yang berapologetika harus selalu siap menjawab setiap pertanyaan dari orang-orang yang berada dalam kehidupannya, mulai dari rumah, tempat bekerja, sekolah, gereja, tempat bermain, tempat bersosialisasi, dan di mana saja ia berada. Dengan kata lain, ia harus menjadi garam dan terang di mana pun kita berada (Mat. 5:13-16; 2 Kor. 3:2).
Seorang penginjil Irlandia, Gypsy Smith, pernah mengatakan, "Ada lima Injil, yaitu Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan orang Kristen, dan sebagian orang tidak akan pernah mendengar empat Injil yang pertama."9Dengan kata lain, apologetika sering kali dilihat terlebih dahulu sebelum didengar. Oleh karena itu, Kitab Suci memberikan gambaran yang jelas tentang seorang gembala yang merupakan seorang apologis: seseorang yang terlebih dahulu telah mengkhususkan hatinya bagi Kristus dan yang kemudian memberikan jawaban kepada penanya dan melakukannya dengan lembut dan hormat.
PERTANYAAN REFLEKTIF BAGI SETIAP ORANG KRISTEN
- Setelah membaca tulisan ini, bagaimana Saudara melihat diri sendiri sekarang ini? Apakah Saudara termasuk orang Kristen profesional atau awam?
- Apakah Tuhan bisa mengandalkan Saudara untuk siap memberikan pertanggungan jawab (baik melalui perkataan maupun perbuatan) dalam segala waktu, kepada setiap orang pada saat ini?
- Selama ini, apakah yang menjadi penghalang utama bagi Saudara untuk hidup dan mati bagi Tuhan? Apa langkah selanjutnya yang akan Saudara ambil untuk mengatasi hal itu dalam rangka mewujudkan kehendak Tuhan untuk hidup dan mati bagi-Nya?
SARAN-SARAN BAGI ORANG KRISTEN YANG BERNIAT HIDUP BAGI TUHAN
- Apabila Saudara belum pernah membaca Kitab Suci secara keseluruhan, mulailah sekarang. Tentukan waktu (pagi, siang, atau malam) yang akan Saudara sediakan untuk membaca Alkitab setiap hari. Waktu yang Saudara pilih jangan merupakan sisa waktu atau waktu yang tersisa dari kepadatan jadwal Saudara. Pilihlah waktu yang berdasarkan pertimbangan Saudara merupakan waktu yang terbaik, di mana Saudara bisa konsentrasi penuh untuk bersama Tuhan dan firman-Nya.
- Tentukan kitab apa dan berapa pasal yang akan Saudara baca setiap harinya (misalnya 4 pasal, mulai dari kitab Kejadian).
- Buatlah catatan tentang topik atau garis besar peristiwa yang Saudara baca hari itu. Apa artinya ayat-ayat itu bagi setiap anak Tuhan? Saudara harus selalu memiliki hati yang terbuka untuk siap dibentuk dan melakukan apa saja yang Tuhan mau.
- Catatlah hal-hal yang tidak Saudara pahami. Tanyakanlah kepada saudara seiman atau rohaniwan. Atau Saudara bisa mencari jawabannya di buku-buku rohani yang membahas pertanyaan Saudara. Jawaban yang Saudara terima dari siapa pun harus selalu ditinjau kembali berdasarkan firman Tuhan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman dasar secara keseluruhan tentang apa yang diajarkan dan tidak diajarkan oleh Kitab Suci akan sangat menolong untuk memahami ayat-ayat yang sulit dipahami.
- Mulailah bersikap kritis, dalam arti Saudara betul-betul ingin memahami siapa dan apa yang Saudara percayai dan hidup berdasarkan pemahaman itu. Apabila ada yang Saudara tidak mengerti pada waktu membaca Pengakuan Iman Rasuli, menaikkan Doa Bapa Kami, atau mendengarkan khotbah/ceramah, berusahalah untuk mencari tahu. Juga, selalu meninjau apa yang Saudara dengar dan baca berdasarkan Kitab Suci.
Footnote:
- Colin Brown, ed., The New International Dictionary of New Testament Theology (4 Jilid; Grand Rapids: Zondervan 1975) 1.51.
- Bdk. dengan penjelasan Richard L. Pratt Jr.: "Berapologetika, dalam hal ini berarti memberikan pembelaan; suatu "apologi" artinya pembelaan yang diberikan; dan apologetika adalah studi yang mempelajari secara langsung bagaimana mengembangkan dan menggunakan pembelaan itu" (Menaklukkan Segala Pikiran Kepada Kristus [Malang: Literatur SAAT, 1994] 2-3).
- Christian Apologetics (Phillipsburg: Presbyterian & Reformed, 2003) 17. Greg L. Bahnsen, Van Til's Apologetics: Reading and Analysis (Phillipsburg: Presbyterian & Reformed, 1998) 30-31.
- Edgar C. Powell, On Giants' Shoulders: Studies in Christian Apologetics (Epsom, Surrey, UK: Day One, 1999) 22 dan John M. Frame, "Apologetic Method History and Current Discussion" (Orlando: Bahan Kuliah Kelas Apologetika Reformed Theological Seminary, 2004).
- Josh McDowell, Evidence That Demands A Verdict: Historical Evidences for the Christian Faith (San Bernardino: Here's Life, 1991) dan Paul E. Little, Know What You Believe (Wheaton: Scripture, 1970).
- Defending Your Faith: An Introduction to Apologetics (Wheaton: Crossway, 2003) 13.
- Penulis menyadari bahwa istilah ini juga dipakai untuk membedakan antara peran rohaniwan dan nonrohaniwan di tengah jemaat. Namun, jangan sampai pemahaman itu membawa pada pemahaman yang keliru tentang siapa kita dan tanggung jawab kita di hadapan Tuhan dan sesama.
- Di dalam istilah teologis biasanya disebut notitia, assensus, dan fiducia. Lih. penjelasan R. C. Sproul dalam bukunya Defending Your Faith: an Introduction to Apologetics (Wheaton: Crossway, 2003) 22-24.
- Ravi Zacharias, "The Pastor as an Apologist" dalam Is Your Church Ready? (eds. Ravi Zacharias dan Norman Geisler; Grand Rapids: Zodervan, 2003) 22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar